• Mon. Jul 14th, 2025

Joglo Pos

Koran Umum Sahabat Masyarakat Klaten

Tradisi Grebeg Suro Dukuh Tanjungsari Berlangsung Meriah

ByMuslih Budi

Jul 14, 2025
Share :

CEPER – Memasuki Bulan Sura, Warga Dukuh Tanjungsari, Desa Dlimas, Kecamatan Ceper, menggelar Tradisi Grebeg Suro, Jumat siang (11/7/2025).

Tradisi turun-temurun tersebut digelar di Gedung Serbaguna Tanjungsari dan diikuti ribuan masyarakat setempat. Tradisi Grebeg Suro merupakan mitos yang mengisahkan dimana warga setempat dulu pernah terkena wabah penyakit. Tradisi Grebeg Suro memiliki rangkaian kenduren dilanjutkan doa bersama.

Dalam kenduren tersebut, tampak warga membawa nasi tumpeng, ayam ingkung, aneka sayuran, lauk-pauk hingga jajanan pa sar. Mereka berdatangan di gedung serbaguna tersebut sambil mengi kuti doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama secara bergantian yakni dari Kristen, Hindu dan Islam.

Seusai doa itu, dua gunungan berisikan aneka jajanan jadi rebutan warga yang hadir dalam Grebeg Suro tersebut. Acara dihadiri Bupati Klaten Hamenang Wajar Ismoyo bersama isteri.
Menurut Sekretaris Desa (Sekdes) Dlimas, Irene Galuh Kusumaningrum, tradisi tersebut diperkirakan sudah berlangsung sejak abad ke-18. Dari cerita lisan yang diwariskan secara turun temurun, Galuh mengungkapkan Dukuh Tanjungsari hanya terdiri dari beberapa rumah dan masih berupa hutan belantara.

Warga Dukuh Tanjungsari, Desa Dlimas menggelar tradisi Grebeg Suro setiap tahun.

Konon, dahulu Dukuh Tanjungsari dipimpin oleh seorang lurah bernama Ki Demang Rawatmejo. Saat itu terjadi pagebluk. Banyak warga yang meninggal mendadak dengan asal usul gejala tak diketahui.
“Jadi banyak warga itu ibaratnya malam tidak mengalami apa-apa, keesokannya meninggal dunia. Jadi mungkin seperti ada wabah,” kata Irene.

Melihat kondisi warga di kampungnya, Ki Demang Rawatmejo lantas bertapa. Dalam pertapaannya, Ki Demang didatangi dua sosok putri yang kemudian dikenal dengan nama Rara Putri Tanjungsari dan Rara Payung Gilap.
Ki Demang kemudian mendapat kan semacam wangsit dari dua putri itu untuk menggelar doa seperti kenduri dan memohon keselamatan.

”Akhirnya Ki Demang melaksanakan wangsit tersebut itu. Ia melaksanakan kegiatan doa bersama dan kenduren untuk  meminta kepada Tuhan YME supaya  wabah  berhenti,” kisah Irene.
Lalu setelah kegiatan itu, pagebluk atau wabah mulai menghilang, tak ada lagi warga yang tiba-tiba meninggal dunia. Kemudian, warga secara rutin menggelar kenduren yang diberi nama Grebeg Sura yang bertahan hingga kini.

“Jadi ada kepercayaan kalau itu memang sesuatu yang sudah apaya warisan luhur, jadi harus dia dakan setiap tahun di Jumat Wage atau Jumat Kliwon. Itu wetonnya Rara Putri Tanjungsari dan Rara Payung Gilap,” ungkap Sekdes Irene.
Sosok kemunculan kedua putri itu yang diyakini sebagai pepunden atau tempat yang dihormati dan menjadi asal usul penamaan Dukuh Tanjungsari.

Sebagai penanda, kawasan yang hingga kini menjadi lokasi Grebeg Sura ditanami pohon Tanjung. Dulu, ada pohon tanjung berumur ratusan tahun serta memayungi kawasan. Namun tiga tahun lalu, pohon itu tumbang dengan akar ikut terangkat lantaran diterjang angin kencang. Warga kemudian berinisiatif menanam pohon tanjung di kompleks tersebut tepatnya di bekas pohon tua yang sebelumnya tumbang.

Sementara itu, Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, mengapresiasi penyelenggaraan kegiatan tradisi tahunan yang sudah ber langsung secara turun temurun. Bupati mengungkapkan kegiatan itu sarat makna. Selain melestarikan budaya, ada nilai toleransi yang terus dijaga warga Dlimas.
“Ini mencerminkan bagaimana luhurnya budaya kita. Mencerminkan guyubnya warga. Dari sejarahnya Klaten memang kota toleransi,” pungkas Hamenang. (bud)

Kirim berita :
Hubungi Redaksi ?
Hallo, Selamat datang di Redaksi Joglo Pos !
Ada berita yang ingin disampaikan ?
Silahkan ditulis lengkap kejadian peristiwa beserta fotonya !
Menerima update berita ? OK No thanks