KLATEN — Petani milenial semakin bergeliat. Petani ini didominasi anak-anak muda kreatif yang mencintai bercocok tanam.
Siapa sangka masih ada sejumlah anak muda Indonesia yang menggeluti bidang pertanian saat ini. Di kala anak muda lebih memilih bidang lain, seperti teknologi informasi, pariwisata, kuliner, maupun fashion.
Beberapa anak muda di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ini memilih mengembangkan pertanian daerah. Menariknya, mereka tidak hanya berfokus dari sisi hulu, yaitu pembudidayaan, tetapi juga menyentuh sisi hilir, mulai dari proses panen, pengemasan, pemasaran, hingga pemberdayaan petani.
Mari berkenalan dengan salah satu petani milenial Jawa Tengah, Afriana Putri Chajatiningrum. Perempuan 21 tahun ini masih menuntut ilmu di Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta-Magelang. Dia mengambil jurusan D4 Agribisnis Hortikultura.
Afriana bersama tiga temannya berinovasi di dunia pertanian karena sejumlah pertimbangan. Pertama, mereka melihat peluang pertanian sangat baik ke depan karena jumlah penduduk Indonesia terus bertambah sehingga kebutuhan konsumsi dalam negeri meningkat. “Apalagi, orang Indonesia itu [merasa] belum makan, jika belum makan nasi,” tuturnya.
Pertimbangan kedua, mereka prihatin melihat kondisi petani tradisional. Menurutnya, kondisi petani tradisional saat ini masih jauh dari kata sejahtera.
“Harga [beli hasil panen maupun produk pertanian lain] masih jauh dari cukup. Sudah sepatutnya masyarakat memberi harga [produk pertanian] yang layak sebagai bentuk penghargaan [ke petani],” imbuhnya.
Perjalanan Afriana dan temannya menjadi petani muda Indonesia berawal dari mengikuti pelatihan Kesatriaan Tani Muda binaan Yayasan Kesatriaan Entrepreneur Indonesia (KEI) di bawah naungan PT Widodo Makmur Perkasa, Tbk. Yayasan KEI didirikan pada 17 Maret 2017.
Kesatriaan Tani Muda memiliki sejumlah program, seperti Sejuta Agropreneur Muda, Inkubasi Bisnis, Pengembangan Ekonomi Petani dan Peternak, dan Pengembangan Ekonomi Pesantren.
Setelah mendapat pelatihan, Afriana dan teman-temannya membentuk kelompok usaha dengan fokus pengembangan beras merah pada Augustus 2021. Kondisi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) saat itu tak menghalangi langkah mereka merealisasikan apa yang telah didapatkan dari pelatihan. Nama kelompok mereka Produsen Pangan Kesatria Muda yang juga disingkat PPKM.
“Beras merah menjadi komoditas yang kami kembangkan karena melihat peluang pasar sangat baik ke depan. Saat ini masih belum banyak petani mengembangkan beras merah,” katanya.
Padahal, lanjutnya, beras merah menjadi salah satu tren di kalangan generasi milenial kota-kota besar yang ingin hidup sehat, khususnya mereka yang sedang menjalankan program diet karbo.
Mereka menjual beras merah dengan harga premium karena menerapkan sistem pertanian dengan pola berkelanjutan. Sistem pertanian berkelanjutan yang diterapkan petani muda ini tidak hanya dari penggunaan pupuk organik, tetapi juga bibit hasil budi daya sendiri melalui teknik tertentu.
Praktiknya, mereka bisa menekan penggunaan bahan kimia dan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di alam sehingga mudah didapatkan.
Kelompok Produsen Pangan Kesatria Muda (PPKM) ini mengelola lahan 2.000 meter persegi. Hasil panen rata-rata 600 kilogram (kg) dengan omzet kurang lebih Rp10 juta setiap panen.
“Karena beras merah ditanam dengan pola pertanian berkelanjutan, tentu secara kualitas rasa lebih baik. Selain itu lebih aman dikonsumsi,” tuturnya.
Berikutnya, dalam hal pengemasan. Mereka mengemas produk beras merah seapik mungkin dengan look and feel yang milenial. Harapannya, anak muda tertarik mengonsumsi. Mereka hanya menyediakan beras merah kemasan 1 kg dengan harga Rp23.000 per kg.
Pemasaran beras merah bikinan petani muda Klaten ini menggandeng beberapa pihak agar produk tersebut tersedia di berbagai area yang mudah dijangkau masyarakat.
Upaya-upaya yang dilakukan petani muda Jateng ini memberikan efek cukup baik. Produk mereka telah dijual secara offline maupun online, seperti melalui media sosial maupun e-commerce. Anda dapat mengakses produk petani milenial ini melalui akun Instagram @berasmaknyes.
Ke depan, Afriana berharap minimal ada 2 reseller di setiap kecamatan di Kabupaten Klaten yang menjajakan produk mereka.
“Kami mengakui perjalanan mengembangkan produk ini tidak gampang. Kekompakan tim dan kesatuan visi misi menjadi tantangan utama bagi semua anggota kelompok di awal-awal usaha berjalan. Namun, komunikasi dan sinergitas antaranggota tim membuat tantangan itu dapat dijawab dengan baik,” jelasnya.
Afriana dan petani muda lain bercita-cita membawa petani Indonesia ke standar kesejahteraan yang lebih baik. Menurutnya, jika petani Indonesia terus melaksanakan sistem pertanian tradisional, seperti saat ini, maka generasi penerus tidak akan tertarik dengan dunia pertanian.
“Inovasi pertanian melalui tangan petani muda Indonesia yang terampil sangat diperlukan. Kami ingin memperbaiki kualitas teknis petani tradisional Indonesia melalui berbagai pelatihan dari apa yang sudah kami dapatkan,” ungkapnya.
Perempuan berkerudung ini berharap semakin banyak anak muda Indonesia terjun menjadi petani muda atau petani milenial. Dia meyakinkan bahwa menjadi petani muda itu menjanjikan masa depan.
Selain itu, dunia pertanian membutuhkan tangan terampil anak muda Indonesia untuk menuju ke arah yang lebih baik.
“Untuk anak muda, jangan malu menjadi petani. Dunia pertanian menjanjikan bagi masa depan. Pertanian membutuhkan tangan terampil anak muda Indonesia. Jadi petani muda itu keren lo karena kontribusi kita bisa langsung dirasakan petani,” pungkasnya.